Feeds:
Pos
Komentar

Archive for April, 2016

(Sebuah Etnografi Awam Mengiringi Pilkada Batola 2017)
Oleh : Nasrullah

Baju Putih

1. Putih Nan Suci atau Parigatan?
Di waktu kecil, ketika saya berkeinginan membeli baju berwarna putih, mendadak ibu saya melarang. Alasan beliau baju berwarna putih itu parigatan atau mudah kotor. Sebaliknya di lain kesempatan, ibu saya malah membelikan baju putih tanpa saya minta. Saya pun menyetujui dan senang sekali mendapatkan baju putih. Bagaimana mungkin saya menolak baju putih tersebut karena dipakai sebagai baju wajib untuk sekolah. Jadi saya dan orang tua, bahkan masyarakat sekitar memilih baju putih karena dikontrol oleh sebuah otoritas bernama peraturan sekolah. Begitulah selama belasan tahun saya menggunakan baju putih sebagai pakaian seragam ke sekolah. Hal demikian berlangsung hingga awal masuk kuliah atau sebagai mahasiswa baru, saya masih diwajibkan memakai baju putih. (lebih…)

Read Full Post »

Foto Koleksi Hj Noormiliyani, SH

Foto Koleksi Hj Noormiliyani, SH

Menghadiri jamuan makan siang sambil diskusi ringan dengan pemimpin perempuan pertama di rumah Banjar atau DPRD Kalsel yakni bunda Hj Noormiliyani sungguh kesempatan langka. Apalagi menu diskusi kami tidak kalah enaknya dibanding hidangan yang disajikan. Diskusi mengalir menyambangi pengalaman beliau pada hari-hari pertama memimpin DPRD Kalsel. “Hari pertama menjabat, saya sudah menghadapi demo mahasiswa” kenang bunda. (lebih…)

Read Full Post »

Bersama Bupati Batola, Sekda Batola dan mahasiswa yang tergabung dalam Kerukunan Mahasiswa Kabupaten Barito Kuala

Bersama Bupati Batola, Sekda Batola dan mahasiswa yang tergabung dalam Kerukunan Mahasiswa Kabupaten Barito Kuala

(Bukan Catatan Menjelang Suksesi Batola 2017)

Oleh Nasrullah

Penulis Ketua Kerukunan Mahasiswa Kabupaten Batola (KMKB)

Periode 2001 – 2002

Mahasiswa Batola sedang tidak enak hati. Mereka bingung, gelisah, galau dan merana. Bahkan saking bingungnya, mereka tidak tahu harus berbuat apa. Mahasiswa ini adalah mereka yang tergabung dalam Kerukunan Mahasiswa Kabupaten Batola (KMKB). Secara khusus mereka berada dalam naungan dua atap, yakni asrama putri/mahasiswi Batola dan asrama putra/mahasiswa Batola.

Situasi tidak nyaman semakin memuncak menjelang berakhirnya waktu bagi mereka untuk menempati asrama sesuai dengan isi kontrak. Maklum saja mahasiwa Batola sejak tahun 2001 selalu tinggal dalam asrama berstatus kontrak. Terlebih lagi asrama putra KMKB itu selalu berpindah, karena menyesuaikan kondisi rumah, biaya kontrak, hingga jumlah mahasiswa. Mereka adalah mahasiswa nomaden tergantung di mana tempat mereka bisa mengontrak tentu saja dari bantuan pemerintah kabupaten Batola. (lebih…)

Read Full Post »

DSCN1490

(Bagian 5 atau penutup dari 5 tulisan dengan judul  utama  Kontestasi Wacana Pertanian Padi Tiga Tokoh Batola Dalam Baliho)

Oleh Nasrullah

Pada gambar tiga terdapat teks

Satu Kata, Satu Rasa

Untuk Membangun Batolaku Tercinta

Berbeda dengan gambar satu dan gambar dua, gambar tiga ini menampilkan teks yang deklaratif dan bertabur kata. Terdapat pengulangan kata “Satu” yang disandingkan pada “kata” dan “rasa” secara bergantian menunjukkan pada aktivitas inderawi dan daya tangkap perasaan. Selain bersifat deklaratif, penggunaan kata-kata “Satu kata, satu rasa” menunjukkan upaya menghimpun pembaca pada satu kesatuan yang diharapkan. (lebih…)

Read Full Post »

Oleh: Nasrullah

DSCN1491(Bagian 4 dari 5 tulisan dengan judul  utama  Kontestasi Wacana Pertanian Padi Tiga Tokoh Batola dalam Baliho)

Bagian ini membahas wacana pertanian oleh tokoh Batola pada baliho kedua. Pembahasan mulai dari teks dan tampilan gambar dalam baliho tersebut. Terdapat teks yang ditulis dengan huruf kapital “SEHATI DENGAN PETANI”

Seperti pada teks di baliho pertama, teks pada baliho kedua sama-sama tidak menampilkan kehadiran subyek. Rangkaian tiga kata tersebut hanya menjelaskan keberadaan obyek yakni petani. Meskipun demikian, teks ini bersifat deklaratif dan mengklaim adanya ikatan terhadap petani yakni “Sehati”. Klaim tersebut diperkuat melalui kata sambung “dengan” yang menjembatani kata “sehati”. Kombinasi kata-kata tersebut seolah menunjukkan adanya ikatan yang erat kepada obyek yang dituju terhadap subyek yang tidak ditampilkan. (lebih…)

Read Full Post »

Oleh : Nasrullah

DSCN1489(Bagian 3 dari 5 tulisan dengan judul  utama  Kontestasi Wacana Pertanian Padi Tiga Tokoh Batola Dalam Baliho)

Pada pembahasan terdahulu telah dipaparkan identitas tiga tokoh pembela atau pemerhati petani Batola. Berikut ini akan dibahas satu persatu tokoh-tokoh yang mewacanakan pertanian tersebut. Saya menggunakan analisa CDA (Critical Discourse Analisys) atau analisa kritik wacana yang digunakan oleh Norman Fairlough untuk membahas wacana pertanian tiga tokoh dalam baliho. Ada tiga tahapan dalam analisa ini yakni pada tataran mikro, mezo, dan makro. Analisa tataran mikro adalah melihat hubungan antar kata dalam teks, maupun antar teks, sedangkan tataran mezo adalah mendapat relasi intertekstual maupun interdiskursif antara teks dengan gambar. Namun analisa ini hanya sampai pada tataran mezo saja (lebih…)

Read Full Post »

(Bagian 2 dari 5 tulisan)

Entah kapan anggapan itu mulai muncul, tapi sadar atau tidak, petani masih dianggap profesi kelas bawah. Pertanian padi dianggap tidak bisa menghasilkan keuntungan, hanya survive, menghabiskan tenaga, dan sebagainya. Bahkan lambat laun kegiatan pertanian padi dianggap tidak produktif. Masyarakat mulai melirik sektor lain. Bekerja di perkebunan menjadi buruh atau karyawan dianggap profesi bergengsi dibanding sebagai petani.
Padahal, negara Jepang yang terkenal dengan teknologi, sesungguhnya tidak meninggalkan pertanian. Thailand bangkit dari keterpurukan akibat krisis moneter 1998, juga karena menggiatkan pertanian. Kembali ke tanah air. Kata seorang teman, perkebunan lebih populer karena diback-up oleh perusahaan dan didukung oleh pemerintah. Pertanian padi lebih banyak usaha kerakyatan. Intervensi pemerintah belum maksimal mengelola hasil pertanian menjadi suatu industri yang menguntungkan rakyat. (lebih…)

Read Full Post »