Baju ini tampak biasa, apalagi terlihat sobek. Namun bagi anak muda Bakumpai sekitar tahun 90-an sepanjang sungai Barito, baju tersebut adalah model prestise dan gengsi.
Merk baju menang bertulis Delphi, tetapi model baju yang coraknya kontras depan belakang mengingatkan pada merk baju ternama waktu itu yakni Dondai.
Generasi baju Dondai, adalah kelanjutan sandal Indian, celana pendek merk Lotto, dan baju cap Payung, era kemakmuran rotan
Harga memang tidak mendustai kualitas dan gaya. Memiliki baju Dondai adalah kebanggaan anak muda, terutama dipakai ketika menonton pertunjukkan orkes Dangdut, atau pergi ke Pasar.
Lucunya, baju Dondai bukan limited edition, tapi menjadi pakaian semua orang. Waktu itu, saya tersenyum dalan hati, kenapa orang berbaju dengan merk dan corak yang sama seolah-olah baju seragam.
Begitulah, baju Dondai adalah bergaya anak muda Bakumpai era 90-an. Baju itu secara lebih luas menunjukkan kemakmuran era rotan, ikan, dan menebang pohon. Namun seiring terbukanya lahan gambut sejuta hektar, mengkonversi hutan di Kalimantan Tengah terutama kawasan sungai Barito, baju Dondai berlahan dilupakan.
Ini akibat pekerjaan susah, krisis ekonomi mendera, terjadi resesi dunia. Indonesia sebagai salah satu negara macan Asia ambruk. Maka tak ada lagi baju Dondai dikenakan pemuda Bakumpai.